Selasa, 22 Mei 2018

Bob Sadino

 
Anda pasti tahu Bob Sadino. Salah seorang figur pengusaha sukses di Indonesia yang mengawali karirnya dengan berjualan telur secara door-to-door, kemudian menjadi pelopor dalam industri peternakan unggas dan makanan olahan, hingga berhasil membangun kerajaan bisnisnya hingga saat ini. Kemarin saya diundang oleh Pak Budi Utoyo (Leha-Leha Spa), Pak Nyoman Londen (Edola Burger) dan Pak Dodi Mawardi (penulis) untuk berbincang-bincang langsung dengan Om Bob. Sebuah kesempatan langka buat saya pribadi, karena sudah sejak lama saya mengagumi salah satu fenomena bisnis Indonesia ini.

Jika Anda bertemu dan berdialog langsung dengan beliau, dan berharap akan memperoleh tips-tips bisnis instan a la Brad Sugars, besar kemungkinan Anda akan kecewa. Justru seluruh pola pikir Anda akan dijungkir-balik kan, dikocok-kocok, dibuyarkan, dan Anda pulang dalam kebingungan. Saya pun demikian. Namun, di perjalanan pulang, saya merenung, dan ternyata banyak hal yang semula tidak masuk akal, berhasil saya rangkai dalam otak saya menjadi sesuatu yang justru luar biasa jernih dan masuk akal. Betul-betul seperti berdialog dengan seorang Sufi. Nah, Anda tidak perlu ikut kebingungan, berikut catatan pertemuan saya dengan Om Bob, dari sudut pandang dan kesimpulan saya:

1. Menjadi Goblok

Betul, Anda tidak salah baca. Untuk menjadi pengusaha yang baik, Anda justru harus goblok. Ini bahasa beliau sendiri yang cara bertuturnya sangat khas orang “jalanan”. Sekilas terdengar kasar dan mengada-ada. Bahkan Om Bob terkenal dengan ucapan beliau yang kemudian pernah dibukukan: “Kalau Mau Kaya, Ngapain Sekolah?”. Ya, seolah-olah beliau sangat anti sekolah, anti belajar, anti membaca dan sebagainya. Padahal, di rumahnya, saya lihat rak buku beliau yang jauh lebih padat dari rak buku saya, jelas beliau makhluk pembelajar. Namun yang membedakan adalah, beliau lebih berorientasi pada tindakan dan belajar langsung dari kehidupan, bukan dari sekolah dan kalau dicermati, justru “menjadi goblok” ini memiliki filosofi yang sangat mendalam. Dengan menjadi goblok, maka Anda sebenarnya selalu dalam posisi mengesampingkan “Mr. I Know” Anda dan terus belajar dan terus maju. Sebaliknya, mereka yang masuk kategori “orang pintar” kadang memiliki beberapa kelemahan yang akan menghambat proses menjadi pengusaha, misalnya: Terlalu menggunakan logika, sehingga tidak berani bermimpi besar. Orang pintar mengandalkan logika, sehingga hanya berani bermimpi dalam batas logika mereka. Sementara orang goblok akan bermimpi jauh melampaui logika mereka. Terlalu banyak menganalisis. Orang pintar melakukan berbagai perhitungan untung rugi dari berbagai metoda dan scenario, sehingga malah tidak berani segera mengambil tindakan. Orang goblok, sebaliknya mengambil keputusan dengan cepat dan berani, dan akan belajar dari kesalahan. Orang pintar karena tahu banyak hal, cenderung ingin mengerjakan semuanya sendiri. Sebaliknya, orang goblok, karena keterbatasannya akan berpikir untuk melakukan rekrutmen dan delegasi kewenangan. Ini yang menyebabkan banyak orang pintar ketika memulai bisnis gagal membentuk tim, karena ingin berada di semua lini. Orang pintar mengandalkan pengetahuan dan informasi dari masa lalu. Ibarat makanan, informasi di masa lalu sudah menjadi basi, sehingga kadang malah meracuni. Orang goblok justru selalu menggali informasi yang segar dan relevan dengan apa yang sedang dikerjakan sekarang.

2. Manusia Tanpa Tujuan dan Tanpa Rencana

Nah, pasti Anda makin melotot, masa tanpa tujuan? Betul, berulangkali beliau mengatakan bahwa beliau tidak punya rencana dan tidak punya tujuan. Wah, bagaimana bisa? Bukankah selama ini kita diajarkan untuk memiliki tujuan yang jelas dan rencana yang detil untuk mencapai tujuan tersebut? Bagaimana mungkin usaha yang demikian besar dikembangkan tanpa rencana dan tujuan? Ya demikian kenyataannya, menurut Om Bob. Beliau tidak pernah terbebani oleh rencana dan tujuan. Ada dua kata kunci yang saya tangkap dari Om Bob dalam menjalani hidup tanpa tujuan yang beliau istilahkan “mengalir” tadi. Pertama adalah: Proses. Dengan tidak berpaku kepada tujuan, maka kita akan lebih mengikuti prosesnya, menekuninya, dan memberikan yang terbaik. Kedua adalah: Enjoyment. Om Bob menekankan pada “kenikmatan” mengikuti prosesnya. Pahit dan getirnya menjalani proses, nikmati saja. Prinsip ini sesuai benar dengan prinsip “goal free living” yang pernah ditulis Stephen Saphiro dalam bukunya yang terkenal itu. Dengan membebaskan diri dari tujuan yang kaku, kita malah akan selalu dapat melihat berbagai kesempatan dan peluang yang kadang tiba-tiba hadir dalam perjalanan kita. Orang-orang yang “goalaholic”, seringkali melewatkan berbagai peluang dalam perjalanan hidup mereka karena terpaku pada “tujuan” mereka. Isn’t that interesting?

3. Bebas dari Tiga Belenggu

Ada tiga belenggu yang menurut Om Bob dapat menghambat kita:
Pertama: Belenggu Rasa Takut. Ini belenggu yang sangat kuat mencengkeram kita, seperti takut gagal, takut miskin, takut ditolak, dsb. Ini faktor penghambat yang sangat kuat dan harus dipatahkan.
Kedua: Belenggu Harapan. Kadang kita berharap terlalu banyak, sehingga malah menjadi belenggu bagi diri sendiri. Belum-belum sudah berharap banyak, dan akhirnya kecewa karena harapan nya tidak tercapai. Dengan membebaskan diri dari harapan, maka Anda akan bebas dari kekecewaan. Menurut saya ini prinsip “detachment” (tidak melekat pada hasil) yang juga sangat dianjurkan oleh Deepak Chopra. 

Dan ketiga: Belenggu Jalan Pikiran. Ini yang sering menghinggapi “anak sekolahan”, yang terbelenggu oleh jalan pikirannya sendiri, sementara realitas di kehidupan masyarakat jauh dari teori yang pernah dipelajari.

Muhammad Aprizal 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar