Lebih dari 100.000 supporter berbondong-bondong menuju
Jakarta dengan jarak ratusan kilometer bahkan banyak warga Jakarta asli yang
menyaksikan laga final di era perserikatan untuk menyaksikan Persib Bandung
dengan PSMS Medan pada saat itu di Stadion Utama Gelora Bung Karno yang memang
pada saat itu menarik animo penonton dari seluruh kalangan masyarakat
Indonesia.
Ratusan ribu supporter dari klub kebanggaan ibu kota
Persija Jakarta yaitu The Jakmania dan juga Persib Bandung yang memiliki basis
supporter yang tidak kalah besar juga yaitu Bobotoh yang ingin langsung
merasakan atmosfer laga el clasico Indonesia
di Stadion Utama Gelora Bung Karno bahkan di Bandung langsung yang menjadi
sebuah halangan sampai sekarang dari dua kubu supporter tersebut untuk saling
bertemu. Dan juga masih banyak laga derby yang tidak kalah menarik untuk
menarik perhatian dari seluruh kalangan masyarakat Indonesia seperti laga
pertandingan Persebaya melawan Arema Malang yang menjadi laga penuh emosi dari
kedua supporter tersebut yaitu Bonek Mania dan Aremania yang menjadi rivalnya.
Tulisan ini saya ceritakan bagaimana keadaan dan
sebegitu berapa pengaruhnya sepakbola Indonesia sekarang? mungkin sekarang
sepakbola olahraga yang dijadikan hobi utama dan dijadikan kebudayaan baru oleh
masyarakat Indonesia. Bahkan dijadikan sebuah kewajiban, ibarat ibadah yang
tidak boleh ditinggalkan. Sepakbola di Indonesia telah menjalar ke semua
kalangan, maupun dari kalangan anak kecil, remaja, dewasa, bahkan dari kalangan
yang sudah lanjut usia dan yang masih balita. Termasuk saya yang juga suka
dengan sepakbola di Indonesia yang hobinya ke stadion untuk mendukung langsung
klub kesayangan saya Persija Jakarta dibandingkan dengan sepakbola luar negeri
yang tidak kalah menarik juga. Tetapi bagi saya, menyukai sepakbola didalam
negeri sendiri itu lebih baik, karena kita bisa mengikuti perkembangan
sepakbola kita sendiri dan dijadikan sebuah pengetahuan yang lebih luas.
Andai dulu bukan Belanda yang
menjajah Indonesia, andai dulu sepak bola hanya dimainkan di lapangan rumput,
apa yang terlihat di final Piala Presiden antara Persija dengan Bali United
yang langsung dihadiri ratusan ribu supporter Jakmania yang memungkinkan tidak
semuanya bisa masuk ke dalam stadion, sebuah turnamen pendek tapi mampu membuat
pecinta sepakbola memadati SUGBK yang jarang sekali terjadi.
Yang saya dapat informasi dari
banyaknya media bahkan melihat dengan mata saya sendiri dengan langsung banyak
yang rela bepergian jauh dengan menggunakan sepeda, jalan kaki mengelilingi
Indonesia bahkan ke luar negeri untuk menyaksikan pertandingan langsung tim
kebanggaannya dengan cara mereka sendiri untuk sampai ke stadion. Sungguh
sangat disayangkan dan mengerikan bila hanya menonton bola dengan cara seperti
itu. Tapi inilah salah satu ciri khas dari sepakbola di Indonesia yaitu
dikalangan supporternya yang terus bernyanyi dan tidak kenal lelah mendukung
tim kebanggaannya bertujuan menjatuhkan mental pemain lawan.
Hal yang menarik dalam sepakbola
Indonesia adalah politik dan sepakbola sudah menjadi satu kesatuan. Mengapa
demikian? karena politik dan sepakbola tidak bisa dipisahkan. Banyak orang yang
memanfaatkan dunia sepakbola sebagai dunia politik. Sebenarnya manusia itu
selalu berpolitik, anda tidak akan bisa melepaskan diri dari politik “Yang ada
itulah yang berkuasa”, kata yang tidak asing lagi didunia persepakbolaan. Sudah
banyak contoh-contohnya yang seperti itu, salah satunya ketika federasi
sepakbola tertinggi di Indonesia terbagi dua, yaitu PSSI dan KPSI. Bagaimana
mungkin jadinya jika terbagi menjadi dua? Hal itu juga yang membuat liga
Indonesia menjadi dua, yaitu ISL dan IPL.
Pertanyaannya, sampai kapan
sepakbola Indonesia bebas dari mafia? Mungkin butuh waktu lama untuk membuat
benar-benar bersih sepakbola Indonesia bebas dari mafia. Dan mungkin
persepakbolaan di Indonesia tidak akan pernah bebas dari politik dan mafia.
Karena sepakbola olahraga yang banyak digemari oleh orang banyak. Mungkin dari
sisi itu mafia masuk ke dalam area sepakbola. Bahkan sampai ada celetukan “Sepakbola tanpa mafia bagaikan makan sayur
tanpa garam”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar